Keutamaan Haji Mabrur, Imam al Ghazali: Lebih Baik dari Dunia, Balasannya Langsung Surga
Kamis, 29 Mei 2025 - 15:58:31 WIB
TERKAIT:
JAKARTA (BabadNews) -- Tidak lama lagi jamaah haji dari seluruh dunia akan melaksanakan wukuf di Arafah dalam rangkaian prosesi puncak ibadah haji tahun 1446 Hijriyah/ 2025 M. Ibadah haji termasuk dari rukun Islam, karenanya ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang mampu dalam segala aspek untuk menjalankan ibadah haji.
Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa dalam hadits Nabi Muhammad SAW dikatakan bahwa haji yang mabrur, baik dan lurus di jalan Allah SWT lebih baik dari dunia dan segala isinya.
Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, "Haji mabrur, haji yang baik dan lurus di jalan Allah SWT lebih mulia daripada dunia dan segala isinya. Tidak ada balasan bagi haji yang mabrur selain surga Allah SWT." (Diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu)
Hadits lain menjelaskan begini, "Orang yang mengerjakan haji dan umroh adalah para tamu serta utusan Allah 'Azza wa Jalla. Jika mereka memohon, niscaya akan dikabulkan permohonan itu. Jika mereka meminta ampun, maka diampuni. Jika mereka berdoa, maka diterima doa yang mereka panjatkan. Jika mereka meminta syafaat, niscaya diberi." (Diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu)
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa Rasulullah SAW juga pernah bersabda, "Orang yang merasa paling besar dosanya adalah orang yang melakukan wuquf di Arafah, lalu menyangka bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa-dosanya, padahal Allah pasti akan mengampuninya." (Diriwayatkan Imam Abu Manshur dan Umam Al Dailami)
Hari Arafah adalah waktu bagi jamaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah. Wukuf disebut juga puncak ibadah haji.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "Pada setiap hari akan turun seratus dua puluh rahmat di Kabah (Baitullah) ini, enam puluh bagi orang yang berthawaf empat puluh bagi orang yang mengerjakan sholat, dan dua puluh bagi orang yang berkunjung (melihat) saja." (Diriwayatkan Imam Ibnu Hibban)
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, "Perbanyaklah thawaf di Baitullah. Sebab sesungguhnya thawaf adalah amalan besar yang akan tercatat di dalam kitab amalmu pada Hari Berbangkit nanti, dan thawaf adalah amalan yang paling menggembirakan bagi kalian." (Diriwayatkan Imam Ibnu Hibban dan Imam Al Hakim)
Oleh karena itu, segera setelah sampai di kota Makkah, amalan dari rangkaian haji yang pertama dan sebaiknya dilakukan adalah thawaf (qudum, selamat datang), sebelum mengerjakan rangkaian ibadah haji atau umroh lainnya, demikian dijelaskan Imam Al Ghazali ulama bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi dalam kitabnya.
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, "Siapa saja yang mengerjakan thawaf selama satu minggu dengan telanjang kaki dan tanpa tutup kepala, maka pahalanya sama dengan memerdekakan seorang budak. Siapa saja yang melakukan thawaf selama satu minggu pada saat hari turun hujan, maka akan diampuni oleh Allah dosa-dosanya yang terdahulu."
Wukuf di Arafah merupakan puncak dari rangkaian ibadah haji. Tanpa melaksanakan wukuf, ibadah haji seseorang dianggap tidak sah. Oleh karena itu, seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia diwajibkan untuk hadir di Arafah, meskipun dalam kondisi tidak sehat.
Wukuf di Arafah berlangsung pada 9 Dzulhijjah, mulai dari tergelincir matahari hingga fajar 10 Dzulhijjah. Tidak seperti sholat yang memiliki bacaan-bacaan wajib, wukuf lebih bersifat pasif. Jamaah cukup berdiam diri, berdoa, dan berdzikir.
Musytasyar Diny PPIH Arab Saudi, KH Abdul Moqsith Ghazali mengatakan, Arafah bukan bagian dari kota Makkah, namun di sanalah tempat paling mustajab untuk berdoa.
“Arafah adalah perjumpaan langsung antara Allah dan hamba-Nya. Maka, berdoalah sebaik-baiknya. Minta semua yang diinginkan, dan doakan kebaikan bagi orang lain,” ujar Kiai Moqsith dalam keterangan tertulis yang diterima Republika pada Jumat (23/5/2025).
Dia juga mengingatkan pentingnya menjaga lisan dan sikap selama di Arafah. “Jangan mencaci atau melaknat siapa pun. Bahkan Nabi melarang mencaci ayam yang membangunkan saat subuh, apalagi mencaci manusia,” ucap dia.
Lebih lanjut, Kiai Moqsith menjelaskan bahwa haji itu Arafah. Pernyataan Nabi Muhammad saw tersebut menegaskan bahwa Arafah adalah inti dari ibadah haji.
Kiai Moqsith mengatakan, seluruh jamaah, termasuk yang uzur, harus dibawa ke Arafah selama masih memungkinkan. Bahkan dalam keadaan berbaring sekalipun, jamaah tetap diwajibkan wukuf. Untuk jamaah sakit dan lanjut usia, skema safari wukuf menjadi solusi agar mereka tetap bisa menjalankan rukun haji ini.
Lebih dari sekadar kewajiban, Arafah memiliki makna spiritual yang mendalam. Nama Arafah disebut dalam Alquran dengan bentuk jamak Arafaat, yang menurut Kiai Moqsith memiliki sejumlah makna historis dan religius. Salah satunya adalah tempat pertemuan kembali Nabi Adam dan Siti Hawa setelah lama terpisah.
Selain itu, menurut dia, Arafah juga diyakini sebagai lokasi Malaikat Jibril memperkenalkan manasik haji kepada Nabi Ibrahim.
“Dari kata Araftu yang berarti 'aku telah mengetahui', maka disebutlah tempat itu sebagai Arafah,” kata jebolan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo ini.
Namun, karena kondisi cuaca di Arafah yang ekstrem, jamaah diimbau untuk tetap berada di dalam tenda, kecuali jika harus ke toilet. Selama di Arafah, jamaah akan melaksanakan salat Dzuhur berjamaah, mendengarkan khutbah, dan memperbanyak doa, dzikir, serta membaca Alquran.
Kiai Moqsith juga mengingatkan agar jamaah tetap mematuhi larangan ihram selama di Arafah. “Jangan sampai keutamaan wukuf ini tercoreng karena pelanggaran terhadap larangan ihram,” jelas dia.
Dengan memahami makna dan keutamaan wukuf ini, diharapkan para jamaah bisa menjalani momen sakral ini dengan penuh khidmat dan kesadaran spiritual yang mendalam.