Terkuak, Pengamat Ini Ungkap Migas Jadi Alasan Trump Ingin Gusur Warga Gaza Rabu, 29/01/2025 | 15:05
JAKARTA (BabadNews) — Pengamat Timur Tengah dari Universitas Moestopo (Beragama) Ryantori menilai, rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggusur sementara warga Gaza ke Mesir dan Yordania merupakan kebijakan yang akan mendapatkan penolakan keras dari kedua negara tersebut.
Menurut Ryantori, Trump Ngotot ingin menggusur warga Gaza ke Mesir dan Yordania karena dua negara tersebut secara geografis sangat berdekatan dengan wilayah Palestina. Yordania bersebelahan dengan kawasan Tepi Barat, sementara Mesir berbatasan langsung dengan jalur Gaza.
Namun, menurut dia, dalam hal penerimaan terhadap pengungsi Palestina di wilayah mereka, ada perbedaan mendasar. Yordania membuka kamp-kamp pengungsi bagi warga Palestina yang masuk ke wilayahnya bekerja sama dengan badan PBB UNHCR dan UNRWA, seperti Kamp Baqa'a, Kamp Jerash, dan Kamp Wihdat yang cukup besar.
"Kamp-kamp itu menghadapi banyak tantangan seperti kepadatan penduduk, infrastruktur terbatas, tingginya pengangguran," ujar Ryantori kepada Republika, Rabu (29/1/2025).
Sementara, lanjut dia, Mesir sama sekali tidak membuka negaranya untuk penempatan pengungsi Palestina. Begitu pula dalam hal naturalisasi pengungsi.
Meskipun Yordania kerap mengusir pengungsi Palestina keluar dari negaranya terkait kegiatan yang dianggap mengganggu keamanan, namun Yordania juga tercatat memberi kewarganegaraan bagi rakyat Palestina. "Tidak demikian bagi Mesir. Di Mesir, kewarganegaraan didapat melalui jalur pernikahan dan semisalnya," ucap Ryantori.
Terkait rencana Trump untuk memindahkan warga Gaza ke Mesir dan Yordania, kata dia, akan mendapat penolakan keras dari kedua negara. Karena, menurut dia, warga Gaza korban perang sangat banyak."Ini berbicara tentang jumlah manusia yang cukup besar, 2,2 juta jiwa," kata dia.
Ryantori mengungkapkan, Menteri Luar Negeri Yordania sendiri telah menyatakan bahwa warga Palestina untuk Palestina dan warga Yordania menjadi prioritas. Menteri Luar Negeri Mesir juga senada dan menekankan dukungan agar warga Gaza tetap bertahan di Tanah Gaza.
Lantas mengapa warga Gaza harus diusir? Ada apa di Gaza sebenarnya?
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Badan PBB terkait Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), Ryantori mengungkapkan, wilayah Gaza pada khususnya dan Palestina pada umumnya memiliki cadangan gas alam sekitar 122 triliun kaki kubik dan minyak sekitar 1,7 miliar barel.
Karena itu, menurut Ryantori, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Organisasi Kerjasama Islam (OKI) harus mencegah terjadinya penggusuran warga Gaza dari Tanah Airnya.
"Jadi, PBB harus mencegah terjadinya pengusiran warga Gaza keluar dari wilayahnya. Begitu pula Lembaga Regional dan internasional lainnya seperti Liga Arab dan OKI harus tegas melakukan penolakan terhadap sikap Trump," ujar Ryantori.
Penolakan tersebut, tambah dia, selain berdasarkan adanya penolakan dari negara-negara semisal Yordania dan Mesir serta adanya indikasi perampokan sumber daya alam di Gaza, juga berdasarkan haqqul audah.
"Haqqul audah itu hak untuk kembali dari para pengungsi ke tanah asal mereka, dalam hal ini adalah pengungsi Palestina," kata dia.
Sebelumnya, Trump kembali menyerukan warga Palestina untuk keluar dari Gaza. Ia juga meyakini Mesir dan Yordania akan mematuhi permintaannya untuk menerima warga Palestina.
Seorang jurnalis situs berita AS Axios mengatakan Trump membuat pernyataan terbarunya tentang masa depan Gaza dan penduduknya saat berbicara dengan wartawan di pesawatnya pada Senin (27/1/2025) malam.
“Saya ingin mereka tinggal di tempat tanpa kekerasan. Gaza telah menjadi neraka selama bertahun-tahun. Mereka bisa hidup di daerah yang jauh lebih baik dan nyaman,” kata Trump seperti dikutip Axios.